Mini Case 1 – Buckman Laboratories

Buckman laboratories (www.buckman.com) yang berkantor pusat di Memphis, Tennesse, membuat lebih dari 1.000 bahan kima khusus. Perusahaan itu memperkerjakan lebih dari 1.300 karyawan di 90 negara dan pendapatan tahunannya melampui $ 300 juta. Meskipun perusahaan kecil yang merupakan PT tertutup itu bergantung pada sejumlah laboratorium penelitiannya atas produk-produk yang menghasilkan pendapatannya,keseluruhan perusahaan itu sendiri merupakan laboratorium pembelajar.

Bagaimana dengan Buckman Labs yang menarik para eksekutif dari AT&T, 3M, Champion International, US West, dan sejumlah perusahaan lain yang tergolong Fortune 500 pergi ke Memphis untuk melihat dan belajar? Mereka dating untuk melihat bagaimana perusahaan itu senantiasa mampu begitu cekatan, global, dan interaktif. Bob Buckman, CEO Buckman Labs dari tahun 1978 sampai April 2000, menyadari kekuatan pengetahuan dan informasi jauh sebelum orang-orang lain menyadarinya. Buckman dan para karyawannya mulai memperlakukan pengetahuan sebagai asset perusahaan yang paling penting sejak tahun 1984. Mereka berpendapat bahwa menjadi (dan tetap) mampu bersaing di lingkungan global yang intensif pengetahuan, memerlukan tiga hal : (1) menutup celah antara organisasi dan pelanggannya; (2) senantiasa berhubungan satu dengan yang lain; dan (3) mengumpulkan informasi semua pemikiran perusahaan tersebut menjadi satu untuk menyelesaikan masalah masing-masing pelanggan. Dimulai pada awal tahun 1980-an, Buckman peduli terhadap senantiasa terkait, berbagi pengetahuan, dan fungsional kapan saja, dimana saja, tidak peduli apa pun yang terjadi.

Buckman Labs telah mengorganisasi para karyawan dan pekerjaan mereka berdasarkan jaringan kerja pengetahuanya K’Netix. Ia mulai memikirkan betapa pentingnya informasi dan pengetahuan itu-bukan saja bagi dia, melainkan bagi semua karyawan Buckman Labs. Apa yang dibutuhkannya dan apa yang dibutuhkan oleh para karyawannya adalah aliran yang berkelanjutan atas informasi mengenai produk, pasar, dan pelanggan. Dan informasi itu harus mudah diakses dan mudah dibagikan. Sebagai pembaca buku bisinis dan manajemen yang sangat kuat, Buckman ingat akan komentar dari seorang CEO yang terkenal dan sangat di hormati ( mantan CEO Scandinavian Airlines, Jan Calrson) yang menempel dibenaknya, “individu tanpa informasi tidak mungkin memikul tanggung jawab; individu yang diberi informasi mau tak mau pasti memikul tanggung jawab”.

Buckman menyadari bahwa cara memaksimalkan kekuatan masing-masing karyawannya adalah menghubungkan masing-masing karyawan dengan dunia. Ia menuliskan cirri-ciri system penyampaian pengetahuan yang menjadi cita-citanya. Berikut adalah apa yang ditulisnya : (1) Dimungkinkan bagi orang-orang untuk berbicara satu sama lain secara langsung guna meminimalkan gangguan. (2) Sistem itu akan memberi akses kepada setipa orang ke basis pengetahuan perusahaan tersebut. (3) Sistem itu akan memungkinkan setiap orang dalam perusahaan itu untuk memasukkan pengetahuan ke dalam system tersebut. (4) Sistem itu akan tersedia 24 jam sehari, & hari seminggu. (5) Sistem itu akan mudah digunakan. (6) Sistem itu akan berkomunikasi dalam bahasa mana saja yang palng baik bagi penggunanya. (7) Sistem itu akan diperbaharui secara otomatis, menampung berbagai pertanyaan dan jawaban sebagai basis pengetahuan di masa depan. Tetapi teknologi system itu bukanlah penghalang yang terpenting bagi pembagian pengetahuan. System semacam itu akan membutuhkan perubahan budaya secara total-secara harafiah menjungkirbalikkan organisasi dengan membuat para karyawan sangat terlibat dalam bekerjasama menyelesaikan tugas tertentudab berbagi pengetahuan. Dan itulah apa yang dikerjakan oleh Bob Buckman. Tetapi mengubah perusahaan dari struktur lama yang bersifat birokratis, dan biasa diperintah serta dikendalikan menjadi organisasi yang memungkinkan setiap karyawan dalam organisasi itu mempunyai akses yang lengkap atas seluruh informasi dan organisasi yang tidak ada orang yang akan mengendalikan rekannya dengan mengatakan kepada mereka apa yang harus dilakukan setiap waktu.

Memasang perangkat keras dan perangkat lunak fisik hanyalah separuh dari perjuangan itu. Membuat para karyawan menggunakan system pengetahuan itu dan ikut serta didalamnya akan membutuhkan perubahan budaya perusahaan. Bagaimanapun juga, perusahaan yang berbasis pengetahuan hanya akan berhasil jika pengetahuan itu dibagikan di antara para anggota organisasi. Yang amat sulit mengenai perubahan budaya semacam itu adalah bahwa para karyawan dalam organisasi tradisonal itu telah senantiasa mendapat imbalan karena kemampuan mereka mengumpulkan pengetahuan dan dengan demikian mendapat pengakuan dan kekuasaan. Di Buckman Labs, situasi itu dilikiskan sebagai, “Ada orang-orang yang lemari berkasnya penuh dengan apa saja yang mereka ketahui, dan itulah sumber kekuatan mereka.” Tetapi filosofi itu harus berubah jika system pengetahuan tersebut diharapkan berfungsi. Tidak lama setalah K’Netix menjadi on line, Buckman memperjelas harapan-harapannya, “Di antara kalian yang memiliki sesuatu yang cerdas untuk dikatakan sekarang sudah ada forum untuk mengatakannya. Diantara kalian yang tidak mau atau tidak mampu menyumbang juga akan menjadi kelihatan. Jika anda tidak bersedia menyumbang atau ikut serta, maka anda harus memahami bahwa banyak peluang yang ditawrkan kepada Anda di masa lalu tidak akan tersedia lagi.” Apa yang pada akhirnya muncul di Buckman Labs adalah paduan antara insentif-insentif yang tampak mata dan tekanan yang tidak tampak maka untuk menggunakan K’Netix, jaringan Pengetahuan Buckman.

Karena Buckman Labs bersaing di berbagai pasar, seringkali melawan para pesaing yang tiga samapai lima kali ukurannya, komitmennya pada pengetahuan menjadi makin mendesak. Tenaga penjual perlu mendapatkan jawaban yang tepat bagi setiap pelanggan dan mereka membutuhkannya segera. K’Netix telah membuat pemebrian jawaban itu menjadi sederhana. Namun, komitmen perusahaan untuk menjadi cepat, mendorong interaksi antar karyawan dan pembagian pengetahuan, serta globalisasi yang diembannya tidak akan mungkin tanpa kesadaran akan pembelajaran yang sedang dilakukan. ( sumber Buku Manajemen Jilid ke 7- Stephen P. Robbins, hal 275)

This entry was posted in Mini Case. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *